Saturday, July 30, 2011

Iri Hati yang Dianjurkan

     Iri, dengki atau hasad berarti menginginkan hilangnya nikmat dari orang lain. Menurut Ibnu Taimiyah, "Hasad adalah sekedar benci dan tidak suka terhadap kebaikan yang ada pada orang lain yang ia lihat."  Hasad seperti inilah yang tercela. Adapun keinginan bisa seperti orang lain namun tidak menginginkan nikmat orang lain hilang, maka hal ini tidak dilarang. Hasad model kedua ini disebut oleh para ulama dengan ghibthoh. Bagaimana bentuk ghibthoh atau iri yang diperbolehkan?
     Dari 'Abdullah bin Mas'ud, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak boleh hasad (ghibthohkecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugrahkan padanya harta lalu ia infakan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al-Qur'an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya." 
     Ibnu Bathtol mengatakan , "Hasad yang dimaksudkan disini adalah hasad yang dibolehkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan bukan hasad yang tercela." Ibnu Bathtol mengatakan pula "Inilah yang dimaksud dengan judul bab yang dibawakan oleh imam Bukhari yaitu "Bab Ghibthoh dalam Iimu dan Hikmah". Karena siapa saja yang berada dalam kondisi seperti ini (memiliki harta lalu dimanfaatkan dalam jalan kebaikan dan ilmu yang dimanfaatkan pula), maka seharusnya seseorang yang ghibthoh (berniat mendapatkan nikmat yang seperti itu) dan berlomba-lomba dalam kebaikan tersebut."
     Ibnu Hajar Al Asqolani menjelaskan, "Yang dimaksud hadis di atas adalah tidak ada keringanan pada hasad kecuali pada dua hal atau maksudnya pula adalah tidak ada hasad yang baik (jika memang benar ada hasad yang baik). Disebut hasad  di sini dengan maksud hiperbolis, yaitu untuk memotivasi seseorang untuk meraih dua hal tersebut. Sebagaimana seseorang katakan bahwa hal ini tidak bisa digali kecuali dengan jalan yang keliru sekalipun. Dimotivasi seperti ini karena adanya keutamaan jika seseorang menggapai dua hal tersebut. Jika jalan yang keliru saja  ditempuh, bagaimana lagi jika jalan yang terpuji yang diambil dan mungkin tercapai."
     An Nawawi rahimahullah menjelaskan, "Para ulama membagi hasad menjadi dua macam, yaitu hasad hakiki dan hasad majazi. Hasad hakiki adalah seseorang berharap nikmat orang lain hilang. Hasad seperti ini diharamkan berdasarkan kata sepakat para ulama (baca:jima') dan adanya dalil tegas yang menjelaskan hal ini. Adapun hasad majazi, yang dimaksudkan adalah ghibthoh. Ghibthoh adalah berangan-angan agar mendapatkan nikmat seperti yang ada pada orang lain tanpa mengharapkan nikmat tersebut hilang. Jika ghibthoh ini dalam hal dunia, maka itu dibolehkan. Jika ghibthoh ini dalam hal ketaatan, maka itu dianjurkan. Sedangkan maksud dari hadis dia atas adalah tidak ada ghibthoh (hasad yang disukai)  kecuali pada dua hal atau yang semakna dengan itu." (rumasyo.com)
(Dikutip dari Buletin Baitul Izzah Edisi 06 Tahun 3)

No comments: