"Kenapa
denganmu wajahmu penuh dengan kebimbangan. Ibu tau pasti ada masalah denganmu,
kamu tidak perlu menceritakan Ibu sudah tau" suaranya yang lembut dan
lirih menunjukan kalau beliau adalah orang yang spesial yang pernah Aku
temui di dunia ini. "kamu tidak perlu khawatir dengan hidupmu yang
begini-begini saja yang biasa-biasa saja dan tidak pernah istimewa, Ibu tau
walaupun kamu sudah bekerja kenapa tidak bisa berubah kehidupan ini? kamu
terlalu bimbang memikirkan hal yang duniawi, bukalah sedikit hatimu." Aku
semakin merunduk. Kepalaku seakan tak bisa diangkat ke atas mendengar ucapan
seorang Ibu yang begitu bijaksana. "Ibu tidak meminta kamu harus sekolah
tinggi-tinggi S2, S3 atau apalah, yang penting kamu bisa melakukan yang terbaik
bagi kamu dan keluarga ini. Kebimbanganmu bahkan terlihat setelah kamu lulus
harus memilih bekerja atau melanjutkan sekolah. Pendidikan itu bukan
segala-galanya. Entah mau sekolah yang bagaimanapun yang namanya rezeki tidak
bakal tertukar. Bukannya Ibu melarang mereka yang bisa melanjutkan sekolah tapi
Ibu cuma ingin kamu mengerti gelar bagi Ibu tidaklah penting yang paling
penting adalah sosok kamu di lingkungan baru bagaimana? pengetahuanmu, skill
kerjamu, itu yang penting. Silahkan yang mau melanjutkan sekolah Ibu tidak
melarang, Ibu inginkan jadilah anak yang bisa bermanfaat bagi kamu sendiri,
keluargamu, lingkunganmu. Ibu tau kamu terlalu memikirkan keluarga ini 'besok'
akan jadi apa, kamu terlalu memikirkan 'besok' kehidupanmu bagaimana? kamu
terlalu dan selalu berpikir dan membuatmu menjadi tertekan."
Aku tidak
bisa beranjak dari tempat dudukku dan hanya bisa terdiam, Aku tahu kalau ini
adalah suatu yang mungkin bisa bermanfaat buat Aku selang sekitar 10 menit
terdiam Ibu berada disampingku dan memulai menasihati lagi. "Nak,
pekerjaamu bukan dilihat dari hasil Gaji tidak masalah berapapun upah yang kamu
terima asal itu cukup bukannya kita sudah bisa mengucap syukur, Ibu tau
impianmu tapi bersabarlah kamu yang baru akan memasuki 23 tahun masih cukup
panjang jalan yang bisa kamu tempuh, pengalaman atas dunia kerjamu akan
bermanfaat dikemudian hari. Ibu percaya kamu itu orang yang rajin dan bisa
mengatur segala sesuatu terencana walaupun kadang gagal, dan bisa mengatur
keuanganmu mirip sekali dengan Ibu, Ibu yakin kamu pasti bisa berhasil
dikemudian hari. Yakinlah pada dirimu sendiri apa yang kamu kerjakan apa yang
kamu lakukan itu pasti ada manfaatnya jangan terlalu kecewa." Mataku mulai
berkaca-kaca dan menteslah air mataku. "Menangis itu boleh tapi sewajarnya..
dan Ibu tau menangis bisa melegakan hati seseorang ketika sedang merasakan
kepedihan yang tidak bisa diungkapkan lagi dengan kata-kata dan mencurahkan
emosional seseorang, tapi dengan menangis tidak akan bisa menyelesaikan apapun
setelah menangis tegarlah, kuatlah, berdirilah, semua orang pasti mengalami
penderitaan dan selalu berbeda sesuai dengan batasan manusia itu sendiri, dan
kamu adalah salah satu orang yang mengalami penderitaan agar kamu bisa kuat.
Memaafkan dan menerima adalah tindakan yang bisa kamu lakukan saat ini. Wajah
pura pura bahagiamu pura-pura kamu baik-baik saja tidak bisa terlihat oleh
teman-temanmu tapi Ibu bisa melihatmu, kesedihanmu, kesakitanmu, keragu-raguan
bersabarlah Nak kamu pasti anak yang kuat" Diam sejenak kemudian Ibu mulai
kembali berbicara "kalau soal jodoh apalagi" Aku malah tersenyum,
bukan soal itu yang membuatku bimbang tapi ya sudahlah itu kan insting Ibu yang
mau bicara ke anaknya "tidak masalah kamu dengan siapapun Ibu percaya
padamu karena kamulah yang merasakan cocok atau tidak tapi pesan Ibu cuma satu
Cintailah Dia karena Allah. apa kamu sudah mencintai Allah? bagaimana Shalatmu?
Ngajimu? udah hafal berapa juz?" Aku malah tersenyum mendengarkan Ibu
bicara, yang tadinya menangis jadi bisa tertawa "Kamu itu orangnya tulus
dan penyayang, mungkin bukan hanya Ibu yang tau, teman-teman dekatmu pasti ada
yang tau" Aku yang mendengar ucapan Ibu Aku langsung berpikir bagaimana
Ibu tahu? karena Aku tidak pernah bercerita tentang siapa orang yang Aku sukai
"baiklah Ibu kasih contoh Jam Tangan. Jam Tanganmu itu sejak masih jaman
SD sampai kamu kerja itu masih kamu pakai? bukannya kamu bisa membelinya yang
lebih bagus?? HP mulai dari SMA sampai mau lulus kuliah baru beli HP bagus,
kemudian Sepatu selama kuliah mungkin kamulah satu-satunya orang satu kampus
yang beli sepatu saat kuliah cuma satu kali dan hanya punya satu sepatu dan
baru beli lagi pas kerja, yang pasti barang-barang yang kamu punya selalau kamu
jaga dengan baik dari situlah Ibu tau kalau kamu itu penyayang" Dalam hatiku
iyaa semua memang benar, Aku cuma menjaga tanggung jawab apa yang aku punya
saat itu "Satu hal lagi kamu jangan pernah takut kehilangan, kalau itu
jodoh pasti kembali biar bagaimanapun juga, bukankah kamu yang merasakannya
sendiri dari Jam Tangan Ulang Tahun pemberian teman-temanmu? udah hilang berapa
bulan itu dan akhirnya bisa kembali ke pemiliknya?" Memang benar, jam
pemberian teman-temanku saat Aku ulang tahun merupakan pertama kali Aku
mendapatkan kado ulang tahun semeriah itu dan Aku menghilangkannya saat itu Aku
menyesal sekali kado pertamaku bisa hilang dan selang beberapa bulan setelah
Aku sudah kerja ada yang mengembalikan Jam Tangan itu. "Ibu yakin kamu
pasti menemukan orang yang tepat yang bisa melihat kebaikanmu menerima
kekuranganmu, Allah selalu memberikan Rezeki pada hambanya yang baik, dan
semoga kamu selalu menjadi anak yang baik, perbaikilah dirimu, tingkatkan
ibadahmu, shalatmu, ngajimu, bacaan tajwidmu kamu akhir-akhir ini terlalu
bersifat duniawi dan Ibu jarang mendengakan kamu ngaji, bukan Ibu melarang tapi
Ingatlah pada Allah kalau semua kembali padanya, ini waktu yang tepat buat kamu
karena menjelang bulan Ramadhan." Ibu bangkit dari tempat duduknya dan
berlalu dan aku cuma bisa diam sejenak. Maafkan anakmu ya Ibu Aku memang sedang
dalam proses untuk tumbuh menjadi Dewasa Aku mungkin tidak sebijak Ibu, tidak
sekuat Ibu tapi Aku pasti melakukan hal yang terbaik buat Ibu, buat keluarga
ini. Maafkan kalau keadaan masih sama dan Aku masih belum bisa membuat
perubahan. Maaf Aku terlalu bersifat duniawi dan mungkin Aku egois maaf Ibu.
No comments:
Post a Comment